Orang Miskin Dilarang Menabung (Pengalaman Pribadi)
Entah ini masuk di rubrik esai
atau curhat, yang pastinya hari itu Saya masuk ke suatu bank (Nama bank-nya
Saya rahasiakan dengan alasan takut dituntut dengan pasal pencemaran nama baik)
ingin membuka rekening karena kebetulan hari itu Saya ke kota ingin belanja dan
sekalian menyisihkan uang belanja yang tersisa untuk ditabung. Nominal tiga
juta rupiah Saya pikir sudah layak untuk ditabung walau nanti pada akhirnya
sedikit demi sedikit lama-lama akan auto-berkurang karena potongan biaya
administrasi bank setiap bulan. Bahkan mungkin tidak bisa menambah jumlah
deposito pada bulan berikutnya, karena gaji yang Saya terima adalah dihitung
berdasar insentif. Kalau malas bangun pagi atau lagi enggak mood kerja, ya
sudahlah tinggal di rumah saja dan gaji pun gak maksimal, tinggal menunggu ajal
rekening karena diblokir pihak bank.
Singkatnya pagi itu Saya buka pintu
bank dan langsung disambut oleh security dengan tingkah ramah menanyakan
keperluan Saya apa ke sana. Kebetulan
nasabah saat itu lumayan sedikit, tentu saja Saya tak menyia-nyiakan kesempatan
ini dan bertanya kepada security tentang prosedur membuka rekening baru.
Security itu meminta KTP Saya dan memberikannya kepada Costumer Service untuk
dicek dulu domisili calon nasabah baru. Setelah dicek dan dinyatakan domisili
Saya sesuai dengan syarat untuk membuka rekening, Security itu pun dengan
senang hati memberikan contoh formulir yang telah diisi data nasabah dan
secarik formulir kosong untuk kemudian Saya isikan data.
Tak butuh waktu lama bagi Saya
untuk mengisi data-data pribadi pada formulir mulai dari nama lengkap,
pekerjaan dan jumlah gaji per bulan. Setelah Saya isi lengkap dan merasa telah
sesuai, Saya pun kemudian memperlihatkan kepada Security formulir yang telah terisi
dan terlihat anggukannya pertanda formulir yang Saya isikan sudah benar. Saya
kemudian diberi nomor antrian bertuliskan “10” sebagai isyarat agar segera
duduk menunggu giliran untuk dilayani oleh CS.
Setelah 10 menit duduk manis
menunggu, terdengar panggilan nomor antrian 10. Saya pun maju dan disambut
dengan senyuman manis oleh CS yang aduhai Ya Allah, Dia cantik sekali.
Sebenarnya memuji kecantikan CS adalah termasuk dalam kategori norak. Cantiknya
seorang CS adalah keniscayaan, mereka memang dituntut untuk tampil cantik untuk
melayani berbagai karakter nasabah. Mulai dari karakter yang pendiam, sabar,
kasar, cerewet hingga karakter yang agak nakal dan genit.
Saya duduk, kemudian menyodorkan
kertas antrian kepadanya.
“Selamat siang Bapak, ada yang bisa
Kami bantu?” katanya sambil mengambil kertas antrian dan kertas formulir
registrasi.
“Saya mau buka rekening Bu!” Saya
Balas.
“saldo minimal lima ratus ribu ya
pak” katanya sambil menatap Saya. Saya mengangguk isyarat sepakat.
Dengan jari lentiknya Dia mengetik
sesuatu di keyboard, entahlah mungkin Dia memulai memproses permintaan
registrasi Saya.
“Pak, ini gaji yang bapak tulis
tidak salah? Coba dicek dulu” tanyanya.
Saya berpikir saat itu mungkin
tadi Saya salah tulis.
“ini sudah benar bu” Saya jawab.
“ini per bulan ya pak?”
tanyanya lagi seakan tidak percaya.
“Ya Bu, itu gaji Saya per bulan”
Saya Balas dengan santai
“Pak ini gak masuk akal, uang
lima ratus ribu gak bisa untuk hidup satu bulan” katanya sambil menatap Saya
dengan keheranan.
“itu realistih loh Bu, Saya masih
lajang dan tinggal di kampung, bukan di kota yang semuanya harus dibeli” kata
Saya dengan nada yang meyakinkan.
CS itu pun terdiam sambil menatap
monitor PC. Dia terlihat semakin cantik dihiasi oleh pipinya yang tembem.
“Pak, bukannya Saya tidak percaya
dengan data-data yang Bapak tulis di sini, tetapi Kami mewaspadai
penyalahgunaan rekening oleh nasabah” katanya dengan lemah lembut namun seolah
mengintimidasi dan menolak Saya dengan cara halus.
“Jadi muka Saya ini mirip
penjahat ya Bu?” Saya tanya sambil memasang wajah polos.
“hahaha... tidak Pak, tapi Kami
dituntut untuk bekerja profesional dan penuh kehati-hatian” Jawabnya sambil
tertawa lemah.
Saya pun tertawa cekikan
mendengar penjelasannya. Seisi ruangan pun kemudian menatap Kami dan tak
sedikit yang memasang ekspresi wajah cemberut menunggu gilirannya setelah Saya.
“Bapak punya pekerjaan lain
selain mengajar?” tanyanya lagi.
“Iya ada, Blogging-Periklanan”
Jawab Saya dengan penuh percaya diri.
“Berapa penghasilannya per
bulan?” tanyanya sambil mengetik menatap monitor tanpa memandang Saya.
“Sepuluh ribu rupiah Bu!”. Saya
jawab.
Kali ini CS tak bisa lagi
membendung tawanya.
“hahahah... Pak ini per bulan
loh, bukan per hari” Balasnya sambil menahan tawa.
“Iya Bu per bulan, itu logis
karena periklanan di blog dihitung per klik, bukan jumlah pengunjung. Bayangkan
saja Bu kalau satu kali klik hanya dibayar 300-500 rupiah untuk Saya, realistis
lah sepuluh ribu per bulan karena pengunjung belum tentu mengklik iklan di blog
Saya” Jelas Saya pada CS.
“Okelah Pak, tapi jika suatu saat
penghasilan bapak berubah, datang ke sini lagi yah untuk memperbarui data diri”
katanya dengan intonasi mengalah.
Setelah beberpa menit semua
proses registrasi sudah selasai dan Saya diberi kartu tabungan serta kartu
debit lalu keluar dari bank.
Untung CS-nya cantik dan tembem
jadi Saya tidak pernah tersinggung dengan bahasa penolakannya tadi. Jadi
begitulah kenyataannya, mungkin orang miskin dilarang menabung.
Post a Comment