Macam-macam Logical Fallacy (Kesalahan Berpikir) #1


Logical Fallacy adalah kesalahan dalam melakukan penalaran. Dalam berbagai diskusi, kita sering menemukan adanya penalaran yang tidak tepat, meskipun sekilas tampaknya hal tersebut benar. Misalnya jika ada seseorang yang meneliti tentang hubungan antara ukuran sepatu dengan tingkat perceraian, kemudian meneliti pelaku perceraian memiliki ukuran sepatu apa saja, kemudian ditabulasi dan dipresentasikan. Seolah hal tersebut benar karena berbasis data, namun dalam hal ini ada kesalahan penalaran sehingga hasil penelitian tersebut layak untuk diabaikan.

Logical fallacy ini terjadi ada yang disengaja, ada pula yang tidak. Secara umum, ada tiga penyebab terjadinya logical fallacy, yakni :
(1) untuk membungkam lawan diskusi. Banyak pelaku diskusi yang bermain logical fallacy dimana ia memainkan kesalahan penalaran dengan sengaja agar lawan diskusinya tidak lagi menyerangnya.
(2) Karena Tidak Tahu. Tidak sedikit masyarakat mengeluarkan argumen dalam diskusi, yang ujungnya secaratidak sadar ia melakukan kesalahan penalaran
(3) Kehabisan argumentasi. Seringkali diskusi diakhiri dengan kebuntuan sehingga harus melakukan logical fallacy agar diskusi tetap menghangat

Berikut ini adalah jenis-jenis logical fallacies dan penjelasannya masing-masing.
Fallacies of Relevance (disimbolkan dalam R)
Fallacies of relevance adalah tipe logical fallacy yang paling sering ditemui. Fallacy tipe ini adalah fallacy yang memiliki pernyataan atau argumentasi yang tidak sesuai dengan konklusinya. Tipe fallacy ini seringkali digunakan oleh para peneliti yang senang “memaksakan” sesuatu pernyataan agar terlihat logis. Ada tujuh fallacy tipe relevance ini, yaitu: (R1) The appeal to the populace, (R2) The appeal to the emotion, (R3) The red herring, (R4) The straw man, (R5) The attack on the person, (R6) The appeal to force, (R7) Missing the point (irrelevant conclusion).
R1. The appeal to the populace (Argumentum ad Populum); adalah fallacy yang muncul karena konklusinya mengacu pada anggapan yang bersifat popular. Contoh: Semua perokok selalu diidentikan dengan pria yang jantan. Apabila ada seorang pria tidak merokok, menurut anggapan popular (umum), pria tersebut tidaklah jantan. Ini merupakan logical fallacy.
R2. The appeal to the emotion (appeal to pity); adalah fallacy yang timbul dari argumentasi pemikiran yang bersifat mengasihani, bermurah hati, ketidaktegaan atau terkait dengan hati nurani. Cirinya adalah menggunakan manipulasi perasaan (emosi) seseorang dalam berargumen daripada membuat argumen yang logis. Contoh:
A : “Pejabat partai X menjadi tersangka korupsi!”
B : “Tidak mungkin, dia orang baik. Lihat saja dia sering menyumbang ke orang-orang miskin.”
Dalam hal ini B melakukan logical fallacy dengan mengikutsertakan emosi dalam memberikan tanggapan atau argumentasinya.
R3. The red herring; adalah fallacy yang mengalihkan perbincangan dari permasalahan utama.Tujuannya adalah untuk membingungkan orang atau untuk mengalihkan fokus orang lain. Contoh:
A: Berdasarkan penelitian, coklat itu lebih sehat daripada alkohol.
B: Alkohol itu kesukaan saya, dan selama ini saya sehat-sehat saja. Jadi alkohol itu lebih sehat daripada coklat.
Dalam hal ini B telah melakukan logical fallacy.
R4. The straw man; adalah fallacy yang argumentasinya selalu menempatkan posisi “lawan” sebagai posisi yang ekstrim, mengancam, atau tidak masuk akal daripada kenyataan atau fakta yang sebenarnya terjadi. Cirinya adalah membuat interpretasi yang salah dari argumen orang lain agar lebih mudah diserang.
Contoh:
Ibu: “Dek, sudah dulu main komputernya. Akhir-akhir ini ade terlalu sering main komputer.”
Ade: “Jadi ibu ingin saya berhenti main komputer selamanya? Ingin saya terus-terusan belajar sampai stress gitu? Ibu jahat!”
Ucapan Ade merupakan logical fallacy dengan membuat interpretasi yang berbeda dengan makna pernyataan yang disampaikan oleh Ibu.
R5. Argument against the person (Argumentum ad Hominem); adalah fallacy yang argumentasiya menyerang pihak (orang) tertentu yang sedang memegang peranan. Tujuannya adalah untuk menjatuhkan citra pihak tertentu dengan argumentasi yang tidak didasari fakta yang jelas. Contoh: Sarah berkata bahwa Zaki harus jadi presiden BEM universitas X. Bob menjawab, “Apakah kita harus percaya dengan perkataan wanita yang sering gonta-ganti pacar, memiliki gaya rambut aneh, dan sering bangun kesiangan?”
Pertanyaan Bob di atas merupakan logical fallacy dengan berargumen yang mengaitkan pendapat Sarah dengan kepribadiannya.
R6. The Appeal to Force (Argumentum ad Baculum); adalah fallacy yang argumentasinya dibekali oleh kepentingan tertentu. Kepentingan tersebut bisa berasal dari pihak-pihak yang memiliki kekuatan untuk “memaksa”. Contoh pada pernyataan berikut.
Masyarakat memilih tokoh X karena tokoh X adalah sosok yang sempurna untuk dipilih dan beliau lah satu-satunya yang mampu membawa perubahan pada kota ini.
Argumen bahwa tokoh X merupakan sosok yang sempurna untuk dipilih dan merupakan satu-satunya yang mampu membawa perubahan pada kota ini, merupakan suatu pendapat yang dipaksakan untuk diterima atau untuk menggiring opini publik, bukan merupakan suatu alasan yang menjadi sebab yang sebenarnya. Karena itu argumen tersebut merupakan logical fallacy.
R7. Missing the Point (Ignoratio Elenchi); adalah fallacy yang argumentasinya tidak terkonstruksi kuat, sehingga ketika ada bantahan dari argumentasi lain maka argumentasi awal menjadi lemah dan malah mendukung konklusi yang berbeda daripada mendukung argumentasi itu sendiri. Atau dengan kata lain premis-premis awal terbantahkan sehingga menghasilkan konklusi yang mengikuti alur argumentasi si pembantah. Contoh: Sering terjadi ketika sidang skripsi atau tesis mahasiswa. Di mana banyak argumentasi-argumentasi dari mahasiswa yang berhasil dibelokkan oleh penguji dan akhirnya semua konklusi menjadi tidak ada esensinya.
Jika fenomena seperti ini terjadi, baik sang dosen mendebatnya secara benar ataupun secara fallacy juga, maka argumentasi dari mahasiswa tersebut mengandung kelemahan yang tidak dapat ia pertahankan sehingga akhirnya mahasiswa tersebut melakukan dalam logical fallacy dengan menerima kelemahan argumennya.

Fallacies of defective induction (disimbolkan dalam D)
Pada fallacy jenis ini, meskipun konstruksi premis dalam tiap argument terlihat memiliki relevansi atau keterkaitan dengan konklusinya, namun kerangka pemikirannya terlalu lemah dan tidak efektif. Kerangka pemikiran yang lemah akan menghasilkan konklusi yang tidak akurat pula. Hal tersebut dapat menjadi serangan balik. Ada empat kategori fallacy pada tipe ini, diantaranya: (D1) The argument from ignorance, (D2) The appeal to inappropriate authority, (D3) False cause, dan (D4) Hasty generalization.
D1. The argument from ignorance; adalah fallacy yang argumentasinya terlihat benar oleh karena belum ada pembuktian mengenai kesalahan dari argumentasi tersebut. Atau argumentasi terlihat salah oleh karena belum ada pembuktian mengenai kebenaran dari argumentasi tersebut. Contoh: Seorang bos mengatakan bahwa pendapatnya adalah benar karena tidak ada satupun dari peserta yang hadir pada rapat tersebut yang menentangnya.
Ini adalah logical fallacy karena tidak ada pembuktian bahwa pendapatnya tersebut memang benar. Tidak adanya peserta rapat yang menentang bukan merupakan alasan yang benar untuk membenarkan pendapat si bos. Bisa jadi peserta rapat tidak ada yang menentang karena takut kepada si bos, bukan karena pendapat bos benar.
D2. The appeal to inappropriate authority; adalah fallacy yang argumentasinya terlihat atau dirasa benar oleh karena seorang ahli mengatakan bahwa argumentasi tersebut adalah benar. Contoh: Andi mengatakan bahwa pendapatnya benar karena dosennya berkata demikian.
Apa yang dikatakan oleh Andi merupakan sebuah logical fallacy karena ia tidak menyampaikan sebab dari kebenaran pendapatnya, melainkan berlindung di balik otoritas seorang dosen sebagai yang lebih pakar darinya, dimana belum tentu sebuah pendapat dosen itu selalu benar.
D3. False cause; adalah fallacy yang argumentasinya menempatkan suatu penyebab yang bukan penyebab sebenarnya seolah-olah menjadi suatu akibat terjadinya permasalahan tertentu. Cirinya adalah menyambungkan hal yang terjadi bersamaan sebagai hubungan sebab-akibat. Contoh: Angka korupsi di negara ini meningkat dari tahun 2011-2016. Di saat bersamaan, kualitas pendidikan bangsa ini semakin meningkat dari tahun 2011-2016. Lalu, ada seseorang yang berkesimpulan bahwa tingginya kualitas pendidikan itu justru menyebabkan tingginya angka korupsi di negara ini.
Pendapat orang tersebut merupakan logical fallacy karena ia mengaitkan antara dua hal yang bukan sebab akibat seakan-akan menjadi suatu sebab akibat.
D4. Hasty generalization; adalah fallacy yang argumentasinya berdasar pada sejumlah kecil kejadian atau fakta tetapi berani digeneralisasikan sebagai akar masalah atau penyebab dari suatu fenomena. Atau dengan kata lain fakta yang belum valid sudah dijadikan dasar generalisasi. Contoh: Tokoh A merupakan tokoh yang paling berhasil dalam membangun kota X. Lihat saja sejak kepemimpinannya, kota X ini menjadi bersih, tidak terlihat sampah yang berserakan, pemandangan kota jadi terlihat indah. Jelas tokoh A lebih berkualitas daripada tokoh B yang selama kepemimpinannya tidak mampu menjadikan kota X ini menjadi bersih dan indah.
Pernyataan di atas merupakan logical fallacy karena terlalu cepat dalam menarik kesimpulan tentang kualitas tokoh yang hanya didasarkan pada satu parameter kebersihan kota saja, sementara terdapat banyak parameter penilaian yang sudah secara baku berlaku untuk menilai kinerja seseorang secara lengkap.

Selanjutanya...

Tidak ada komentar

GENERASI GO-BLOG. Diberdayakan oleh Blogger.