Contoh Logical Fallacy #4


29. Bulverisme, yakni mempertanyakan niat pemberi argumen, dapat pula disebut “Poisoning the Well/Meracuni sumber) yakni membuat lawan dianggap tercela sebelum lawan mengajukan argumentasi. Argumennya berpola mempertanyakan niat lawan bicara. Argumennya bersifat meracuni orang lain sehingga dianggap tercela dengan berbagai tuduhan bahkan sebelum lawan sempat bicara. Teknik meracuni sumur ini lebih licik dari sekadar mencela lawan seperti pada fallacy ad hominem.
Contoh :
1. Halah, kau alasan gitu, bilang aja kamu mau dilihat alim gitu khan
2. Kamu bilang begitu cuma karena kamu ingin dikenal, kan? Ini merupakan pertanyaan dari seorang yang melakukan logical fallacy. Dalam menghadapi perbedaan pendapat, bisakah kita tahu secara pasti apa motif lawan pendapat kita? Tidak ada yang bisa menjamin. Sering kali mungkin kita sendiri yang berprasangka buruk. Siapa tahu itu hanyalah hasil egoisme kita yang tidak mau pendapat sendiri disalahkan.
Intinya, kita selayaknya menaruh prasangka baik pada lawan bicara kita. Biarkan bukti-bukti dan bukan prasangka kita yang menilai kebenaran pendapatnya. Soal niat apa yang tersembunyi dalam hati, biarkan itu jadi urusan pribadi masing-masing.
3. Mari kita dengarkan pandangan presiden X yang pro komunis ini tentang pandangan pembangunan di negara kita.
Pernyataan di atas seakan mengajak untuk berpikiran terbuka dengan mendengarkan pidato presiden X, tetapi sebenarnya ia memberikan pesan di awal dengan melabeli bahwa Presiden X adalah pro komunis tanpa adanya bukti dan alasan yang benar dengan tujuan agar orang yang diajak bicaranya menjadi tidak netral dalam menilai pidato presiden X.
 
30. Post hoc, ergo propter hoc, menganggap sesuatu hal pasti disebabkan sesuatu yang telah terjadi sebelumnya. Argumennya berpola “setelah X, maka karena X”. Ini merupakan bentuk khusus dari fallacy D3, false cause.
Contoh : si A Menjadi Muallaf, esoknya ia dirampok, (B) Kasihan dia, dirampok hanya karena menjadi seorang muallaf
Contoh: Kemarin dia putus dengan pacarnya. Besoknya dia mati. Kasihan dia, mati hanya gara-gara putus cinta.
Menghubungkan dua hal yang terjadi berurutan sebagai sebuah pemikiran sebab akibat merupakan sebuah fallacy.
 31. False Dillema atau False Dichotomy, yakni membuang berbagai opsi yang ada, mengerucutkan hanya pada satu atau beberapa opsi sehingga diskusi terjebak untuk hanya memilih opsi tersebut.
Contoh 1. : Sistem yang kami bawa ini dari tuhan, jika tidak diikuti maka tunggu saja balasannya kelak. (Padahal boleh jadi ada berbagai sistem lain)
Contoh 2 : Kafir yang baik lebih layak masuk surga daripada Muslim yang kelakuannya bejat (Padahal dalam diktum Kafir, Muslim, Baik dan Bejat ada 4 titik temu, yakni Muslim yang Baik, Kafir yang Baik, Muslim yang bejat, dankafir yang bejat, namun dalam hal ini hanya diambil dua)

32. Argumentum ad Novitatem, dimana  hal yang baru dapat dikatakan benar dan lebih baik, dengan mengasumsikan penggunaan hal yang baru berbanding lurus dengan kemajuan zaman dan sama dengan kemajuan baru yang lebih baik. Fallacy ini menjual kata ‘baru’ dengan menyerang suatu hal yang lama sebagai hal yang gagal dan harus diganti dengan yang lebih baru.
Contoh :
1. Ini ada fatwa baru dari si A, dan ini pasti lebih dibandingkan dengan fatwa si Z yang telah dikeluarkan ratusan tahun silam.
2. Agar terbebas dari korupsi, pemerintahan ini harus menerapkan sistem baru yang diisi oleh generasi muda dengan usia maksimal 40 tahun.
Mengganti dengan generasi muda bukanlah merupakan sebab atau parameter yang bisa menjadikan terbebas dari korupsi.

33. Argumentum ad Antiquitatem, kebalikan dari sebelumnya, dimana setuap hal yang lama pasti lebih baik daripada hal baru. Sesuatu diasumsikan benar dan lebih baik karena merupakan sesuatu yang sudah dipercaya dan digunakan sejak lama. Argumen ini adalah favorit bagi golongan konservatif. Nilai-nilai lama pasti benar. Cirinya adalah selalu berpatokan bahwa cara lama telah dijalankan bertahun-tahun, maka itu dianggap sesuatu yang pasti benar. Contoh :
1. Fatwa ini telah dijalankan sejak ratusan tahun silam, mosok diganti hanya gara-gara ada fatwa baru.
2. Zaman sekarang serba susah. Lebih baik kehidupan di zaman orde baru daripada di era reformasi sekarang ini.
Ini merupakan fallacy dengan menganggap bahwa masa orde baru itu lebih baik tanpa melakukan penelitian parameter-parameternya secara menyeluruh. Bisa jadi ada sisi parameter yang pada masa orde baru lebih baik, dan ada pula parameter masa reformasi yang lebih baik. Secara keseluruhan mana yang lebih baik, kita tidak tahu sebelum dilakukan penelitian secara mendalam.


34. Wrong to Right, atau Two wrong make right, dimana sebuah kesalahan akan dianggap benar jika kesalahan tsb untuk menutupi kesalahan sebelumnya.
Contoh : si A membakar rumah ibadah X, dengan alasan si X telah meludah di rumah ibadah si A. Perilaku X salah, tapi perilaku A juga tidak dibenarkan.

35. Proof by Assertion, yakni mengulang-ulang argumen yang sama tanpa memperhatikan kontradiksi terhadap argumen tersebut.
Contoh :
1. Sejak tadi saya sampaikan bla bla bla,, (padahal dari tadi sudah ada berbagai kontradiksi, tetapi ia tidak menjawab kontradiksi namun mengulang2 hal yang sama)
2. Tapi pak direktur, seperti yang telah saya jelaskan selama dua bulan terakhir ini, tak mungkin kita memotong anggaran biaya departemen ini. Tiap posisi dan jabatan di dalamnya amat penting bagi efektivitas kerja dan prestasi departemen. Lihat saja office boy yang selalu mengantarkan kopi, atau mereka yang memunguti penjepit kertas di ruang kerja, maka blablablablablaaa… [dan seterusnya, berbelit-belit]
(selama dua bulan cuek terhadap argumen balasan dan terus mengulang perkara yang sama)

36. Circular reasoning, penalaran yang berputar-putar.Contoh 1 : Agama saya benar, karena dalam kitab suci disebutkan bahwa agama saya benar
Contoh 2 : Si X orang hebat, karena tidak pernah melakukan kesalahan, Ia tidak pernah salah karena ia hebat.

37. Cherry Picking, memetik cery, yakni mengambil kesimpulan dari hal kecil yang disukai, mengabaikan hal lain yang tidak disukai meski lebih besar
Contoh : Terbukti doa saya dapat menyembuhkan penyakit, tanyakan pada ibu A yang sembuh setelah saya beri doa. (Padahal ada banyak orang yang telah ia beri doa tapi tetap saja penyakitnya tak mau sembuh)

38. Genetical Fallacy, menganggap sesuatu itu benar atau tidak berdasarkan pengucapnya.
Contoh : Seorang agamawan kena kasus terorisme (B) Jangan percaya kata media, karena itu pesanan, kapitalis, dst,, (Bukan melakukan klarifikasi tapi menyalahkan sumber informasi)

39. Ipse Dixistism, yakni seolah premis yang diajukan adalah premis mutlak sehingga dapat langsung ke premis setelahnya. Argumennya didasarkan pada keyakinan yang dogmatis. Seseorang yang menggunakan Ipse-dixitism mengasumsikan secara sepihak premisnya sebagai sesuatu yang disepakati, padahal tidak demikian. Premis yang diajukan dalam argumen seolah-olah merupakan fakta mutlak dan telah disepakati bersama kebenarannya, padahal itu hanya dipegang oleh pemberi argumen, tidak bagi lawannya. Sesat-pikir ini akan berujung pada debat kusir.
Contoh :
1. Terbukti bahwa ideologi ini telah menyengsarakan rakyat, dan harus diganti dengan ideologi spiritual. (Padahal kesengsaraan dari ideologi awal belum disepakati kebenarannya)
Karena Pancasila merupakan ideologi gagal dalam membangun negara yang kuat dan mensejahterakan rakyatnya, maka kita wajib beralih ke sistem khilafah.
2. Pernyataan Pancasila merupakan ideologi gagal bukanlah sesuatu yang disepakati oleh lawan bicara sehingga tidak tepat jika dijadikan landasan dalam berargumentasi.

40. Two Wrongs Make a Right; yaitu fallacy yang terjadi ketika diasumsi bahwa jika dilakukan suatu hal yang salah, tindakan salah yang lain akan menyeimbanginya. Sesat-pikir ini biasa digunakan untuk menggagalkan tuduhan dengan menyerang tuduhan lain yang juga dianggap salah. Contoh: Situ nyuruh-nyuruh saya sholat, emangnya situ udah?
Seseorang yang menyuruh sholat namun ia juga belum sholat tidak menjadikan bahwa sholat itu salah atau boleh ditinggalkan. Ini merupakan fallacy yang umum terjadi di masyarakat.

41. Perfect Solution Fallacy; yaitu fallacy yang terjadi ketika suatu argumen berasumsi bahwa sebuah solusi sempurna itu ada, dan sebuah solusi harus ditolak karena sebagian dari masalah yang ditangani akan tetap ada setelah solusi tersebut diterapkan. 
Contoh: 
Penerapan UU Pornografi ini tidak akan berjalan dengan baik. Pemerkosaan akan tetap terjadi.
Pernyataan di atas mengandung fallacy karena ia tidak mempertimbangkan penurunan tingkat kriminalitas asusila yang terjadi. Dianggapnya jika masih ada kasus asusila maka artinya UU Pornografi tidak berjalan baik atau tidak efektif. Ini merupakan bentuk perfeksionisme yang salah.

42. Dicto Simpliciter; yaitu fallacy yang menggunakan penyalahgunaan penalaran induktif ketika data yang digunakan tidak cukup untuk memberikan kesimpulan. Fallacy ini merupakan bentuk khusus dari fallacy D4, Hasty Generalization. Contoh: Damar melihat bahwa ketiga tetangganya, Amir, Boncu, dan Cecep, kehilangan pekerjaan dan hidup susah. Damar menyimpulkan bahwa pemerintahan saat ini dzalim karena telah gagal mensejahterakan rakyat Indonesia yang saat ini hidup susah dan mayoritas pengangguran.
Tiga orang sampel tidaklah cukup untuk dijadikan acuan dalam menilai kinerja pemerintah dan kondisi rakyat Indonesia. Damar perlu meneliti kembali dengan sampel lebih besar. Jika tidak bisa, Damar perlu menunjukkan bukti tiga orang sampel yang diamatinya mewakili kondisi rakyat Indonesia secara umum.

Masih banyak model dan contoh Logical Fallacy Data ini diambil dari berbagai sumber.

Tidak ada komentar

GENERASI GO-BLOG. Diberdayakan oleh Blogger.