Suka Menunda


“Tidak ada yang disebut dengan kegagalan, kecuali tidak lagi mencoba, tidak ada yang disebut kekalahan kecuali dari dalam diri, tidak ada halangan yang tak terlewati kecuali kelemahan diri anda untuk melintasinya”

Menunda adalah salah satu blok yang terburuk dari proses kreativitas anda. “Saat saya memiliki waktu ekstra, saya akan memiliki waktu untuk berpikir kreatif”. “Saya akan menyelesaikan masalah itu sehabis minggu ini ketika saya sudah luang”. “Saya akan mengerjakannya begitu anak-anak sudah istirahat”. Itu adalah beberapa contoh dan model waktu penundaan yang sering digunakan.

Anda tahu apa yang terjadi? Anda sedang menunda hari demi hari, bulan demi bulan dan tanpa anda sadari tahun demi tahun. Dan sialnya, anda tidak bisa melakukan hal yang anda katakan tadi.

Pernahkan anda merasakan bahwa ide yang hebat tadi, sesuatu kreasi yang anda inginkan tadi sedang menanti anda diujung pikiran anda? Seakan-akan berteriak, terkadang mengejek anda untuk mengundangnya masuk ke pikiran anda. Sering kali anda tergoda untuk mengerjakannya tapi lebih sering pula anda abaikan karena alasan-alasan klise yang anda pertahankan. Di lain waktu anda ingin sekali meraihnya, tapi tampaknya ide itu lari kesana kemari menghindari anda sembari mengejek, “Ayo tinggalkan yang lain dan kreatiflah bersamaku!”.

Menunda adalah hal yang sulit untuk diabaikan karena anda merasa hal itu adalah alasan yang sah. Bayangkan saja, anda begitu sibuk, begitu banyak yang harus anda kerjakan, begitu banyak orang yang tergantung kepada anda dan membutuhkan waktu anda. Jadi sangat mudah untuk mengabaikannya dan anda tidak pernah perduli dengan hal itu lagi.

Ada banyak tipe orang yang suka menunda. Ada yang suka menunda sampai saat terakhir dan memberikan alasan kepada mereka atau orang lain bahwa tekanan memberikan mereka semangat serta motivasi yang tinggi. Lucunya, seringkali dengan tekanan atau tanpa tekanan sekalipun mereka tidak mencapai hasil apapun.

Ada juga yang takut akan kegagalan atau takut akan sukses, jadi mereka tidak mengerjakan apa yang seharusnya mereka kerjakan. Orang-orang ini bisa dikatakan sebagai
kelompok pemalas dibanding anggapan bahwa mereka tidak memiliki keahlian untuk mencapai tujuan tertentu.
 
Orang yang menunda sering beralasan tidak suka ditekan atau dipaksa. Padahal sebenarnya tidak selalu ada tekanan untuk mereka. Sulitnya adalah kadang tekanan diperlukan agar anda merasa tertantang untuk menyelesaikan sebuah masalah, tapi yang terjadi pada orang yang suka menunda adalah memberikan alasan untuk menunda. Alasan demi alasan diberikan agar hal tadi tidak dikerjakannya.

Contoh lain adalah model orang yangtidak bisa mengambil keputusan. Mereka beranggapan, bila mereka tidak memutuskan sesuatu maka mereka tidak akan bertanggung jawab akan hal itu. Pemikiran ini benar-benar salah sebenarnya namun banyak orang mengambil sudut aman seperti ini.

Blok terakhir yang sangat susah dihadapi adalah perfeksionisme atau orang yang menyanjung kesempurnaan. Anda tidak pernah puas dengan apa yang sudah anda capai. Masih ada yang kurang, masih perlu diperbaiki, orang lain tidak akan menyukai ini. Itu beberapa alasan yang klasik dari seorang perfeksionis. Banyak penulis yang mengalami sindrom ini. Mereka menulis beberapa halaman, lalu mereka mengedit langsung dengan pikiran bahwa mereka akan lebih mudah menyelesaikannya. Yang anehnya, mereka jarang menyelesaikan beberapa halaman itu. Mereka lebih fokus dan akhirnya terperangkap ke situasi mengedit terus menerus tanpa niat penuh untuk menyelesaikan buku tersebut.

Kalau anda terperangkap ke situasi perfeksionis ini maka anda akan mengalami masalah. Anda akan tergoda untuk menyerah dan mengabaikan yang anda kerjakan. Argumentasinya adalah, “Jika sulit menyempurnakannya, maka untuk apa menyelesaikannya?”. Ini adalah cara yang praktis untuk membunuh proses kreatif itu sendiri. Karena tidak ada yang namanya sempurna, maka mengejarnya adalah sesuatu yang mubazir dan hanya membuang waktu kreatif anda saja.

Ada sekumpulan orang di dunia ini yang memberikan peringatan kepada mereka sendiri bahwa tidak ada yang namanya sempurna dengan sengaja memberikan “cacat” pada setiap hal yang mereka lakukan. Bahkan pada seni yang mereka ciptakan. Di Jepang dinamakan Wabi. Pengrajin suku Amish selalu membuat cacat kecil di pekerjaan mereka untuk memberikan peringatan kepada orang lain dan mereka sendiri bahwa tidak ada pria maupun wanita yang sempurna.

Dalam kondisi ini, kita harus kembali ke model kreativitas gaya anak-anak. Mereka tidak pernah perduli apakah mereka melakukannya dengan sempurna, yang mereka perdulikan adalah mereka menyukai apa yang mereka kerjakan. Mereka terus mencobanya, tidak perduli berapa kali mereka gagal mencapai kesempurnaan itu. Ingat waktu kecil ketika anda mencoba membuat sesuatu dan masih saja gagal? Ibu anda menyarankan,”Coba yang terbaik”. Dan memang yang bisa anda lakukan adalah yang terbaik yang bisa anda lakukan.

 

 

Tidak ada komentar

GENERASI GO-BLOG. Diberdayakan oleh Blogger.