Jangan Merebus Air 2 Kali
Para ahli mengatakan
bahwa Anda harus menggunakan air yang masih segar setiap kali membuat secangkir
teh atau kopi. Mengapa begitu? Apa yang salah dengan air yang telah direbus dua
kali? Adakah yang tahu perbedaan di antara keduanya?
Alasan air yang baru
sekali mendidih lebih efektif untuk membuat teh dibanding air yang telah
dididihkan dua kali adalah yang pertama memiliki kandungan oksigen lebih
tinggi. Ini menghasilkan rasa lebih lezat sebab lebih banyak teh akan
terekstraksi dari daun-daun teh. Ini dapat diperagakan dengan mudah dengan
menempatkan daun teh yang sama banyak dalam dua buah gelas besar. Gelas pertama
diisi dengan air yang baru sekali mendidih sedangkan gelas kedua diisi dengan
air yang sudah berulang kali dididihkan. Pemeriksaan pada kedua gelas setelah
tiga menit akan menunjukkan air seduhan pada gelas pertama lebih merah dan
lebih beraroma.
J. R. Stanfford
Marks & Spencer
London, Inggris
Sewaktu masih
kanak-kanak saya diberitahu bahwa alasan menggunakan air yang masih baru untuk
membuat teh adalah karena oksigen terlarut menjadikan teh lebih sedap. Air yang
telah didiamkan atau, lebih buruk lagi, telah dididihkan memiliki oksigen
terlarut lebih sedikit. The British Standard 6008, yang menguraikan secara rinci
cara membuat semangkuk teh, mengatakan bahwa air harus baru dididihkan tetapi
tidak berkata apa pun tentang air yang baru diambil dari sumbernya. Standar itu
juga mengatakan bahwa susu harus ditaruh dalam cangkir dahulu supaya tidak
"pecah." Karena
British Standard identik dengan International Standar ISO 3103, pertanyaan
tambahan saya adalah mengapa saya tidak bisa mendapatkan teh yang
bermartabat di luar
Inggris?
N. C. Friswell
Horsham, West Sussex,
Inggris
Penjelasan
tradisional untuk pembuatan teh dengan air baru mendidih adalah karena air yang
sudah terlalu lama mendidih kehilangan sebagian besar oksigen terlarutnya,
menjadikan teh terasa hambar. Pengalaman saya sendiri dengan air yang telah
didihkan selama satu jam dan air yang baru mendidih menghasilkan perbedaan yang
hampir tidak dapat dirasakan, bahkan meskipun daun teh yang digunakan bermutu
tinggi dan telah diseduh selama lima menit. Saya malahan ragu apakah penurunan
mutu ketika kita membuat teh menggunakan air yang telah dididihkan dua kali
penting atau memiliki makna praktis.
David Edge
Hatton, Derbyshire,
Inggris
Saya melihat
sekurangnya ada seorang pembaca belum yakin soal perlunya menggunakan air yang
baru mendidih sekali untuk membuat teh. Suatu waktu, ketika menjadi relawan di
sebuah daerah bencana, kami diperintahkan mendidihkan semua air minum selama
beberapa menit. Kelihatannya tak ada pengaruh yang nyata pada teh. Bagaimanapun,
kami memutuskan alangkah baik jika menggunakan panci bertekanan untuk menaikkan
temperatur air lebih tinggi dari titik didih guna menyucihamakan air secara
tuntas. Air mendidih ini baik ketika digunakan untuk minum atau memasak, tetapi
ketika kami menggunakannya untuk membuat teh, hasilnya betul-betul mengerikan. Selain
itu, saya pernah minum teh pada ketinggian 2100 meter, dan tentu saja titik
didih di sana lebih rendah dari 100 derajat C, tetapi saya tidak merasakan perbedaan
rasa. Bahkan tuan rumah saya yang memiliki kebun teh tidak berkomentar tentang
yang dipermasalahkan di sini. Dalam hal memasak air dengan panci bertekanan,
menurut saya lama waktu penyeduhan teh mempunyai peran lebih besar.
A. C. Rothney
East Grinstead,
Surrey, Inggris
A. C. Rothney
barangkali terkejut apabila diberitahu bahwa sebetulnya panci bertekanan yang
telah membuat tehnya tidak enak. Biang keladinya adalah aluminium yang terlarut
dalam air, bukan temperatur yang lebih tinggi sewaktu memasak air. Ketika
kebanyakan ketel terbuat dari aluminium, pabrik yang baik menyertakan petunjuk
untuk membersihkan ketel baru dengan mendidihkan air yang kemudian dibuang,
berulang-ulang. Baru setelah itu ketel cukup aman untuk memasak air minum.
Akibat dipakai untuk mendidihkan air, sebuah lapisan kerak terbentuk di bagian
dalam ketel dan mencegah air melarutkan aluminium murni dari ketel atau panci.
Lorna English
London, Inggris
Alasan memilih air baru
untuk membuat teh tak sedikitpun terkait dengan oksigen tetapi dengan
garamgaram logam yang terlarut (terutama kalsium dan magnesium bikarbonat,
sulfat, dan klorida) yang hadir sebagai takmurnian dalam air tawar dan ini
berpengaruh terhadap warna serta rasa teh. Pengaruh garam-garam logam pada
warna teh dapat dibuktikan dengan membandingkan seduhan yang dibuat dengan air
murni yang masih baru (yang telah dideionisasi atau dicairkan dari bunga es
freezer) dengan seduhan menggunakan air dari keran air minum. Garam-garam dalam
air dari keran menghasilkan seduhan lebih gelap, lebih keruh akibat suspensi
garam-garam tak dapat larut, misalnya tanin. Mendidihkan air dari keran air
minum membuat bikarbonat tidak stabil (juga disebut kesadahan sementara) yang
mengendap sebagai karbonat tak dapat larut sewaktu dibiarkan menjadi dingin
(ini sebabnya lama kelamaan ketel berkerak). Di daerah dengan air yang memiliki
kesadahan tinggi ( hard water), garamgaram yang terlarut lebih banyak, pendidihan
dan pendinginan berulang-ulang akan menghilangkan garamgaram kalsium dan
magnesium cukup banyak, tetapi pendidihan berlama-lama tanpa pendinginan tidak
terlalu berpengaruh. Ada tiga alasan mengapa pendidihan dan pendinginan air
berulang-ulang dapat menghasilkan teh kurang enak. Pertama, sebagian karbonat
yang menggumpal tetap tersuspensi (melayang-layang), bahkan setelah pendidihan
ulang, dalam wujud kotoran berwarna putih (khususnya tampak pada ketel plastik
baru) dan rasanya lebih nyata daripada bikarbonat yang terlarut dalam air—
terutama ketika kotoran itu berinteraksi dengan teh. Kedua, garam-garam dalam
air yang tidak mengalami destabilisasi oleh pendidihan (disebut kesadahan
permanen) secara berangsur-angsur menjadi pekat akibat penguapan, menghasilkan
aroma yang tidak menyenangkan. Akhirnya, kehadiran logam kendati sedikit
sekali, misalnya besi dan tembaga, dapat terakumulasi dalam air yang dididihkan
berulang-ulang dan logam-logam tadi dapat berinteraksi dengan oksigen dan
mereduksi agen-agen dalam teh (fenol) melalui reaksi-reaksi redoks yang
kompleks untuk memberikan dampakdampak lebih lanjut terhadap citarasa.
M. V. Wareing
Braintree, Essex,
Inggris
Sebagai seorang
pecandu kafein, saya menderita sakit kepala yang parah apabila tidak bertemu
secangkir teh lebih dari sehari. Sewaktu harus membawa bekal untuk perjalanan
jalan kaki yang memakan waktu beberapa hari, saya mencoba memasukkan sebuah teh
celup ke dalam sebotol air dingin selama beberapa jam. Teh itu larut. Selain
bisa memenuhi kebutuhan kafein saya, rasanya tetap seperti teh, walaupun
dingin. Saya belum pernah mencampurkan teh dengan air dingin baru kemudian
memanaskannya menggunakan microwave, tetapi saya yakin hasilnya masih layak
minum.
Syd Curtis
Hawthorne,
Queensland, Australia
Berikut tanggapan
untuk gagasan yang dikedepankan oleh A. C. Rothney. Ayah saya seorang penguji
teh dan tidak pernah salah ketika harus mendeteksi apakah kami telah
mendidihkan air terlalu lama.
Bagaimana caranya?
Air sadah (dan
kebanyakan air mengandung sedikit garam mineral dalam wujud terlarut) menyeduh
teh lebih lambat dibanding air lunak atau air ber-pH tinggi (alkalin). Apabila
Anda mendidihkan air sadah dalam waktu lebih lama dari sekitar setengah menit,
makin banyak garam terlarut yang mengendap pada dinding ketel. Hasilnya adalah
air yang lebih lunak, bahkan lebih lunak dari yang biasa dipakai oleh para
penguji teh. Air ini menyeduh lebih cepat dan menghasilkan warna lebih gelap
daripada biasanya. Pabrik teh menjamin mutu yang konstan dengan menyeimbangkan
resep mereka sehingga dapat dijual di daerah-daerah dengan sifat air
berbeda-beda, bahkan meskipun merek yang dipakai sama. Air sadah dapat
dilunakkan dengan sengaja menggunakan sejumput natrium bikarbonat, tetapi warna
yang menjadi terlalu gelap serta perubahan aroma yang terjadi tidak disukai
oleh kebanyakan orang—termasuk para penguji teh.
Bernard Howlett
Loughton, Essex,
Inggris
Post a Comment