Tips Menerbitkan Buku
Di penghujung tuntasnya hari, sebuah pesan masuk ke hanphone. Isinya, “ Pak, gimana sih caranya menerbitkan buku? Saya mau menulis tentang Pulau Morotai”.
Nama pengirimannya adalah Edeline (14). Seorang siswi kelas IX SMP
Notre Dame, Jakarta Barat. Seorang dosen juga pernah melontarkan
pertanyaan senada.
Edeline adalah siswi yang memiliki nilai akademis bagus. Selain
suaranya merdu, Edeline bergabung dalam tim jurnalistik majalah sekolah.
Selama tiga tahun menjadi wartawan majalah sekolah, kemampuan menulisnya berkembang dengan pesat. Sudah dua novel dia tulis di wattpad.
Wattpad adalah aplikasi online bagi komunitas penulis dan pembaca. Pengunjungnya pun cukup banyak.
Sementara teman satu lagi adalah seorang dosen yang berprestasi. Dia
menuntaskan pendidikan dengan nilai memuaskan saat menulis skripsi,
tesis, dan disertasi.
Oleh karena itu, kemampuan dua orang itu tidak diragukan lagi dalam
dunia tulis menulis. Hanya saja, cara menerbitkan buku mereka belum
pernah. Padahal siapa pun bisa melakukannya.
Kita tentu masih ingat beberapa tahun lalu ada serial buku Kecil-Kecil Punya Karya. Bayangkan anak SD saja bisa bikin buku, apalagi siswi SMP atau dosen.
Banyak orang menganggap menerbitkan buku adalah pekerjaan sulit dan
birokrasinya panjang. Sebenarnya kalau tahu langkah-langkahnya, bukan
mustahil Anda dapat menerbitkan sebuah buku.
Kuncinya, mau berusaha meski kendala menghadang. Baiklah kita mulai menjawab pertanyaan kedua teman tadi.
Kumpulkan bahan
Pertama-tama kita harus mengumpulkan segala bahan yang berkaitan
dengan tema tulisan. Pengumpulan bahan dapat dilakukan dengan cara
wawancara, pengamatan, studi pustaka, atau gabungan ketiga cara
tersebut.
Misalkan kita mau menulis tentang Pulau Morotai. Sebelum berangkat ke
tempat itu kumpulkan segala bahan dari buku, internet, brosur, film,
dll tentang daerah itu. Sehingga ketika di lokasi kita sudah punya
pengetahuan memadai dan tinggal menggali lebih dalam.
Di lokasi, kita coba melakukan pengamatan tentang obyek wisata,
tempat-tempat kramat, bangunan-bangunan bersejarah, kuliner, upacara
adat, dll.
Wawancara dengan tokoh setempat atau masyarakat di sekitar lokasi
akan membuat tulisan menjadi menarik. Minimal dapat digunakan untuk
kutipan langsung dalam tulisan. Semua dicatat agar bahan terkumpul
sebanyak mungkin.
Bahasa jurnalistik
Tentu untuk menerbitkan buku perlu ada naskah yang ditulis. Kita
dapat meminjam cara wartawan dalam menulis laporan dengan menggunakan
bahasa jurnalistik.
Ragam tulisan ini memiliki sifat singkat, sederhana, padat, lugas, imajinatif, demokratis, dan menarik.
Dengan menggunakan
bahasa jurnalistik, siapa pun dapat memahami laporan yang dibuat
wartawan meskipun tidak memiliki pendidikan tinggi atau menguasasi
bidang ilmu tertentu.
Untuk mempelajari bahasa jurnalistik,
banyak buku yang sudah diterbitkan. Di internet pun cukup banyak
pembahasan tentang tema ini. Kita tinggal baca dan pelajari dengan
seksama.
Kerangka tulisan
Setelah bahan-bahan terkumpul mulai menyusun kerangka tulisan. Untuk menyusun kerangka tulisan kita gunakan mind map (peta pikiran) yang dicetuskan oleh Tony Busan (Gramedia Pustaka Utama, 2004).
Mind pap adalah cara mencatat gagasan atau ide yang ada dalam pikiran dengan menggunakan gambaran yang kreatif dan menarik.
Ambil selembar kertas putih kosong. Letakkan secara horizontal. Di tengah-tengahnya ketik ‘Wisata Pulau Morotai’.
Lalu dari kata itu dibuat cabang-cabang. Di setiap cabang-cabang itu
tulis kata-kata yang terpikirkan oleh Anda berkaitan dengan ‘Wisata
Pulau Morotai’.
Misalkan geografi, sejarah, bangunan, penduduk, adat, pendidikan, dll. Dari masing-masing kata tersebut dibuat ranting-ranting.
Di ujung ranting-ranting itu tulis kata-kata yang terkait dengan
cabang tadi. Kalau memungkinkan dari ujung ranting buat ranting-ranting
kecil lagi dan ditulis kata-kata yang terkait.
Misalkan kata ‘geografi’. Di ujungnya ditulis peta, kepulauan,
transportasi, biaya. Untuk cabang ‘obyek’ dapat kita tulis: alam,
budaya, sejarah, kuliner.
Cabang ‘penduduk dapat ditambahkan kata-kata: jumlah, pendidikan,
agama, asal usul. Sementara kata ‘adat’ dicabangnya dapat kita terakan
kata-kata: upacara, pakaian, bahasa, dan tempat kramat.
Mind map itu ditulis dengan menggunakan tangan agar segala kreativitas yang ada dalam pikiran dapat keluar dengan bebas.
Agar tampilan menarik, gunakan alat tulis warna-warni. Kalau perlu dibuat gambar.
Setelah dirasakan cukup, mulai membuat kerangka tulisan. Caranya, lihat mind map yang sudah dibuat.
Kemudian mulai memangkas cabang atau ranting yang dianggap tidak relevan dengan tema ‘Wisata Pulau Morotai’.
Lalu mulai menyusun sub-sub tema (cabang-cabang tadi) secara sistematis dengan memberikan nomor sesuai urutan pembahasan.
Dengan bahan-bahan yang ada maka kita tinggal mengisi sub-sub tema tadi menjadi paparan yang mendalam.
Mulai menulis
Bahan sudah. Bahasa jurnalistik, sudah. Kerangka tulisan sudah. Langkah selanjutnya? Ya, menulis.
Untuk menulis buku, mulailah dari bagian yang menurut Anda paling
menarik atau menguasai. Tidak harus mulai dari bagian awal. Bisa saja
mulai dari bagian tengah atau terakhir.
Biarlah semua ide yang ada di dalam pikiran berubah wujud menjadi kata-kata dan memenuhi layar monitor atau di atas kertas.
Selama proses penulisan tahap pertama ini jangan memikirkan masalah
editing atau kesalahan bahasa. Sebab kalau kita memikirkan hal teknis
ini proses kreatif bisa terhenti atau terganggu.
Banyak calon penulis mengalami kebuntuan saat menuangkan gagasannya. Situasi ini pun dialami oleh para penulis senior.
Bila terjadi maka sebaiknya tinggalkan sejenak. Lakukan aktivitas
yang menyenangkan seperti jalan-jalan, dengarkan musik, nonton film,
atau baca buku.
Lebih bagus lagi kalau aktivitas itu masih terkait dengan tema naskah yang sedang disiapkan.
Baru setelah pikiran segar dan ide-ide bermunculan, mulai kembali melanjutkan tulisan yang terhenti tadi.
Nah, setelah tulisan tuntas seluruhnya baru proses editing dilakukan.
Kita perhatikan tata bahasa, susunan kalimat, pemilihan kata,
penggunaan istilah, pemakaian kalimat aktif atau pasif, kutipan, dan
lain-lain.
Dalam proses penulisan tahap kedua ini kita perlu melihat kembali
apakah seluruh sajian yang ditulis sudah sesuai dengan fokus tema yang
diangkat?
Masih adakah hal-hal yang belum diungkapkan? Bila masih, tambahkan.
Setelah proses editing selesai, ada baiknya minta pendapat orang lain agar tulisan yang dibuat dapat menarik bagi pembaca.
Toh, kita menulis buku untuk orang lain, bukan
untuk diri sendiri. Pendapat orang lain dapat memberikan penilaian
obyektif dibandingkan diri sendiri yang telah bergumul sejak ide muncul
hingga naskah tuntas ditulis.
Tawarkan Penerbit
Setelah naskah selesai, kita perlu mencari
informasi, alamat, email, telepon penerbit yang sesuai dengan jenis
naskah yang dibuat.
Memang ada penerbit yang menerima segala jenis naskah tetapi ada pula yang mengkhususkan pada jenis buku tertentu.
Dengan mengetahui karakter penerbit bersangkutan maka kita tidak salah alamat mengirimkan naskah.
Oh ya, sebaiknya mengirimkan naskah hanya ke satu penerbit saja. Jangan mengirimkan ke beberapa penerbit secara bersamaan.
Informasi tentang penerbit dapat kita peroleh lewat internet, pameran buku, brosur, atau di dalam buku yang ada.
Pada saat mengirimkan naskah, sertakan ringkasan
naskah, segmen pembaca yang dituju, kelebihan naskah Anda dibandingkan
buku-buku yang sudah terbit, dan biografi singkat penulis.
Lampiran-lampiran tersebut akan membantu penerbit untuk mempertimbangkan naskah Anda.
Setelah itu?
Ya, tunggu 1-3 bulan. Penerbit perlu mempelajari
naskah Anda. Bila naskah diterima maka Anda akan disodorkan kontrak
kerja sama penerbitan.
Isinya tentang hak cipta, royalti, sistem kerja
sama, dan lain-lain. Kalau Anda setuju maka naskah itu akan menjalani
proses editing, layout, percetakan, dan sampai di toko buku.
Naskah ditolak
Lalu bagaimana kalau naskah ditolak?
Ya, kalau naskah ditolak, penulis harus bertindak. Empat langkah dapat dilakukan.
Pertama, mintalah masukan dari penerbit
tentang alasan penolakan naskah Anda. Dari masukan itu Anda lakukan
perbaikan dan kemudian kirim kembali.
Kedua, setiap penerbit memiliki visi dan
misi sendiri. Belum tentu naskah Anda ditolak di satu penerbit, tempat
lain akan memperlakukan hal yang sama. Maka coba kirimkan naskah Anda ke
penerbit lain setelah naskah Anda ditolak.
Ingat kasus J.K. Rowling ketika menerbitkan buku Harry Potter?
Karya penulis Inggris itu telah ditolak 12
penerbit. Rowling tidak putus asa dan tidak membuang karyanya. Dia
tawarkan ke penerbit lain.
Upayanya berhasil. Penerbit Bloomsbury mau menerbitkan buku-buku setebal bantal itu. Akhirnya Harry Potter melegenda.
Karya Rowling telah diterjemahkan ke 73 bahasa dan terjual lebih dari 430 juta eksemplar. Waoooo.
Ketiga, terbitkan sendiri. Istilahnya penerbitan indie (independen). Dari mulai cari bahan, menulis, editing, desain, cetak, hingga pemasaran diurus sendiri. Hanya yang membeli orang lain.
Cara ini banyak memotong proses birokrasi yang
panjang. Dalam penerbitan indie, kita dapat pula meminta bantuan tenaga
profesional untuk editing, desain, cetak, dan pemasaran.
Keuntungan cara ini adalah royalti yang lebih besar dibandingkan dengan menyerahkan ke penerbit lain.
Bayangkan, kalau ke penerbit lain, kita hanya mendapat 10 persen royalti dari harga buku yang terjual.
Sedangkan bila diterbitkan sendiri, terserah kita
mau mematok berapa uang yang ingin didapat. Memang repotnya kita harus
mengurus semuanya sendiri.
Kelima, simpan. Ya, simpan saja dulu. Sama seperti pakaian, buku juga memiliki tren. Bisa saja tema naskah Anda dianggap tidak sesuai dengan tren masyarakat saat itu. Di waktu lain, mungkin tulisan Anda dapat diterima masyarakat.
Jadi, menerbitkan buku bukan mustahil kan?
Sumber: Kompas.com
Post a Comment